7 Tahun?

Penulis : Erwin Nathan Gunawan

JAKARTA - Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), merasa keberatan terkait keputusan Majelis hakim terhadap terdakwa Moch. Subchi Azal Tsani (MSAT). Seperti diketahui, Mas Bechi telah divonis hukuman 7 tahun penjara oleh Majelis hakim mengenai kasus pencabulan kepada santriwati di Jombang, Jawa Timur.

“Kami keberatan namun kami tetap menghormati putusan Majelis hakim," ujar Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPA, Margareth Robin Korwa dalam keterangan, Selasa (6/12/2022).

Dengan ditetapkannya pidana selama 7 tahun kepada Mas Bechi, KPPA menganggap bahwa seharusnya Majelis hakim bisa memberikan hukuman yang setimpal karena tindakan pelaku telah membuat penderitaan yang pedih dalam hidup korban.

"Kami memandang harusnya hakim tidak mempertimbangkan alasan yang meringankan karena tindakan terdakwa telah menimbulkan penderitaan yang panjang bagi korban," ucapnya

Selain itu, KPPA juga menilai selama proses hukum berjalan Mas Bechi telah merendahkan harkat martabat perempuan melalui kuasa hukumnya. Disisi lain, Mas Bechi juga dinilai tidak kooperatif selama menjalani persidangan.

"Selama proses hukum terdakwa juga telah merendahkan harkat martabat perempuan melalui kuasa hukumnya. Terdakwa juga tidak kooperatif ketika ditetapkan sebagai tersangka seolah merendahkan hukum, seharusnya Majelis hakim menghukum terdakwa dengan alasan yang memberatkan," jelasnya

Sementara itu, KPPA mengusulkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas vonis tersebut. Tujuannya agar korban yang merupakan santriwati di tempat Mas Bechi bisa mendapatkan keadilan.

"Kami merekomendasikan agar JPU melakukan banding dan dalam memori bandingnya memperkuat argumentasi dan bukti bukti tentang tentang tindak pidana perkosaan yang dilakukan terdakwa,” imbuhnya.

Dalam hal ini, KPPA juga memandang bahwa Majelis hakim yang menyidangkan kasus ini tidak benar-benar menerapkan pasal 59 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Dalam Pasal 59 ayat 2 disebutkan bahwa hakim harus merahasiakan identitas korban saat membacakan putusan yang terbuka untuk umum. Namun dalam sidang yang digelar tanggal 17 November 2022, Majelis hakim menyebutkan identitas korban," pungkasnya.

Postingan populer dari blog ini

Carut Marut Pemkab Bogor di Tengah Krisis Armada Sampah, Malah Bergaya Istana usai Beli 4 Mobil Jimny untuk Kadis

Pasar Merdeka Kebon Jahe, Surganya Barang Onderdil Mobil dan Motor di Bogor

Usai Bertahun-tahun Mandek Skripsi, Sosok Wartawan di Bogor Ini Akhirnya Bakal Sanding Gelar Sarjana